Jumat, 26 Oktober 2012

Ulumul Qur'an


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Al-Qur’an adalah wahyu yang di turunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Melalui Malaikat Jibril sebagai tanda kemu’jizatan Rosulullah dan sebagai risalah bagi semua umat manusia dan untuk di jadikan pedoman hidup mereka dan pahala bagi segenap pembacanya.
Al-Qur’an diturunkan pertamma kali di GuhaHiro, pada saat Rosululllah sedang menyendiri, ayat yang pertama turun adalah surat Al-Alaq ayat 1-5 dan di akhiri dengan surat Al-Maidah ayat 3.
Dalam teori turun Al-Qur’an, ada teori bahwa turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf yang mana pengertian tersebut mempunyai banyak pengertian dan pengertian-pengertian tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan. Bertitik tolak pada permasalahan tersebut kami mencoba menggabungkan beberapa pendapat tentang pengetian Al-Qur’an turun dengan tujuh huruf, yang mudah mudahan dapat membandingkan dan mengerti tentang teori tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini kami mencoba mencari masalah-masalah tentang:
1.      Apa dasar bahwa Al-Qur’an turun dengan tujuh huruf?
2.      Bagaimana Perbedaan pendapat para ulama tentang pengertian tujuh huruf?
3.      Bagaimana analisis tentang perbedaan-perbedaan para ulama?
4.      Apa hikmah turunya Al-Qur’an dengan tujuh huruf?

C.    Tujuan Masalah

Dalam masalah tersebut kami mempunyai tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui dasar turunya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
2.      Untuk mengetahui beberapa pendapat tentang pangertian turunya AL-Qur’an dengan tujuh huruf.
3.      Untuk mengetahui pendapat mana yang bisa kita ambil dalam pengertian tersebut.
4.      Untuk mengetahui hikmah turunya Al-Qur’an denngan tujuh huruf.
















BAB II
TURUNNYA AL-QUR’AN DALAM TUJUH HURUF
            Bangsa Arab terdiri atas beberapa suku yang separatis di sepanjang sejarah Arab. Setiap suku mempunyai format dialek (Lahjah) yang khas dan berbeda dengan suku lainnya. Perbedaan corak tersebut sesuai dengan letak Geografis dan sosio-kultural dari masing-masing suku diatas. Namun, mereka menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama. Bahasa Quraisy dijadikan sebagai alat komunikasi ketika mereka berniaga, mengunjungi Ka’bah serta melakukan kegiatan-kegiatan bersama lainnya. Dari situlah kita bisa menarik konklusi mengapa Al-Qur’an diturunkan dengan memakai bahasa Quraisy. Secara Afirmasi dapat kita pahami bahwa dengan perantara bahasa Quraisy, Al-Qur’an dapat memperlihatkan kemukjizatannya ketika mereka mengenal dan mampu berbahasa Quraisy, dan mereka akhirnya tidak mampu membuat hal yang serupa dengan Al-Qur’an.
Ketika bahasa mereka berbeda Lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan beberapa perbedaan tertentu, maka Al-Qur’an yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW, menyempurnakan kemukjizatannya karena ia mencakup semua Huruf dan wajah qira’ah pilihan di antara Lahjah-Lahjah itu dan merupakan salah satu sebab yang memudahkan mereka untuk membaca, memahami, serta menghafal. Dan mereka kiranya perlu mencakup seluruh bahasa yang terkenal saat itu.
A.   Dasar-dasar Pengambilan Al-Qur’an Diturunkan dengan Tujuh Huruf.
            Dasar pengambilan (Istinbath) turunnya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf disebutkan oleh beberapa Hadits, di antaranya berikut ini.
1.      Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a. sesungguhnya ia telah berkata,bahwasanya Rasulullah SAW.telah bersabda,
“Rasulullah berkata: ‘Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan Tujuh Huruf’”. (H.R. Bukhari-Muslim dan yang lainnya).
2.      Diriwayatkan dari Ali Ibn Ka’ab, sesungguhnya ketika berada di pinggir sungai  suku Bani Gaffar Nabi bersabda, “Maka datanglah Jibril kepadaku dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai satu huruf”. Nabi menjawab, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk menerimanya”.  Kemudian Jibril datang untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai dua huruf”. Nabi menjawab lagi, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk melaksanakannya”. Jibril datang lagi untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai tiga huruf”. Nabi menjawab lagi, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk melaksanakannya”. Jibril datang untuk keempat kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai Tujuh Huruf”. (H.R Muslim).  Hadits-Hadits yang berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan sebagian besar telah diselidiki oleh Ibn Jarir, pembukuan (Mukadimah) kitab tafsir Ibn Jarir. As-Suyuti menyebutkan bahwa Hadits-Hadits tersebut diriwayatkan dari dua puluh  orang sahabat. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam menetapkan kemutawatiran Hadits mengenai turunya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf.
B.   Perbedaan Pendapat Para Ulama
            Term Tujuh Huruf ini telah mengundang berbagai kontroversial yang melibatkan banyak Ulama. Ibnu Hayyan mensinyalisir bahwa kontroversial itu sampai menghasilkan 35 pendapat Ulama. Kebanyakan pendapat itu dapat dikompromikan. Di bawah ini akan dikemukakan enam pendapat yang berlainan antara satu dengan yang lainnya.
            Pendapat pertama, yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah Lughat-Lughat suku Arab yang berjumlah tujuh. Dalam arti, tujuh bahasa yang berbeda-beda dalam pengucapan satu makna  Al-Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah Lafazh sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Qur’an hanya mendatangkan satu Lafazh atau lebih saja. Kalangan Ulama ini pun berbeda pendapat dalam menentukan Lafazh-Lafazh tujuh itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa tujuh Lughat adalah Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hiwazan, dan Sa’ad bin Bakar. Di samping pendapat lagi, masih banyak lagi pendapat Ulama mengenai tujuh bahasa itu.
            Pendapat kedua, yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah tujuh bahasa Arab yang digunakan dalam keseluruhan Al-Qur’an. Dalam arti, Al-Qur’an tidak lepas dari bahasa itu. Yaitu bahasa yang Fasih dikalangan bangsa Arab. Kebanyakan Al-Qur’an menggunakan bahasa Quraisy, sedangkan sebagiannya menggunakan bahasa Hudzail, Tsafiq, Haujan, Kananah, dan Yaman, karena itu maka secara keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut. Kalau pendapat pertama mengatakan bahwa tujuh bahasa itu terdapat pada satu makna Al-Qur’an, pendapat ini menekankan tujuh bahasa itu secara terpisah didapatkan dalam Al-Qur’an. Berkata Abu ‘Ubaid, “Yang dimaksud bukanlah semua kata boleh di baca dengan tujuh bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran dalam Al-Qur’an. Sebagaimana bahasa Quraisy, sebagian yang lain bahasa Huzail, Hawazin, Yaman, dan lain-lain”. Dan katanya pula, “Sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena dominan dalam Al-Qur’an.
            Pendapat ketiga, yang dimaksud Tujuh Huruf itu adalah tujuh wajah, yaitu: perintah (arm), larangan (nahy), ancaman (wa’di), argumentasi (jadl), kisah-kisah (qishah), dan perumpamaan-perumpamaan (matsal), atau perintah larangan halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan perumpamaan-perumpamaan. Ibnu Mas’ud meriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW bahwa kitab-kitab terdahulu hanya membahas satu bab dan satu huruf, sedangkan Al-Qur’an membahas tujuh bab dan tujuh huruf, yaitu teguran (zijr) perintah; halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan perumpamaan-perumpamaan.
            Pendapat keempat, Tujuh Huruf itu adalah tujuh bacaan. Abu Fadh Ar-Razi dalam kitabnya Al-Lawaih menerangkan bahwa ketujuh bacaan itu adalah:
1.         Perbedaan Isim dalam segi format Mufrad (singular tunggal), Mutsanna (tsaniyah), dan Jama’ (banyak).
2.         Perbedaan dalam tasrif’ulaf’al (perubahan kata kerja) dari bentuk Mudhari (future tense; present) bentuk Madhi (past tense) dan bentuk Amr (imperative).
3.         Perbedaan dari segi Harkat.
4.         Perubahan dari segi perubahan Harkat.
5.         Perbedaan dari segi (naqsh) dan tambahan (Ziyadah).
6.         Perbedaan dari segi mendahulukan dan mengakhirkan.
7.         Perbedaan dari segi Lughat (Lahjah), seperti fathah, imalah, tipis (Takhfif), tebal (Tarkhim), jelas (Jaly), dan dengung (Idgham).
            Pendapat kelima, Tujuh Huruf itu tidak mengandung apa-apa, melainkan merupakan lambang orang Arab yang menunjukkan sempurnanya sesuatu. Tujuh Huruf itu mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an dengan memakai bahasa Arab dan susunan Arab telah mencapai derajat  yang sempurna. Sebab, Lafazh sab’ah (tujuh) dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan, bilangan puluhan, dan ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
            Pendapat keenam, bahwa yang dimaksud Tujuh Huruf itu adalah Qira’ah Sab’ah.
C.   ANALISIS TENTANG PENDAPAT PENDAPAT DIATAS
            Pendapat terkuat dari semua pendapat tersebut adalah pendapat yang pertama, yaitu bahwa yang dimaksud Tujuh Huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dalam mengungkapkan satu makna yang sama. Misalnya; Aqbil, ta’ala, Halumma, ‘Ajjil dan Asra’. Lafazh-Lafazh yang berbeda ini digunakan untuk menunjukkan satu makna yaitu perintah untuk menghadap. Pendapat ini dipilih oleh Sufyan bin ‘Uyainah, Ibn Jarir, Ibn Wahb dan lainnya. Ibn ‘Abdil Barr menisbahkan pendapat ini kepada sebagian besar Ulama dan dalil bagi pendapat ini ialah apa yang terdapat dalam Hadits Abu Bakrah, “Sesungguhnya Jibril telah mendatangi Muhammad dan berkata, “Ya Muhammad! Bacakanlah Al-Qur’an kepada umatmu dengan menggunakan satu huruf”. Malaikat Mikail menyela dan berkata, “Tambahkanlah”. Jibril berkata, “Dengan dua huruf”. Jibril menambahnya hingga sampai enam atau tujuh huruf. Lalu ia berkata, “Kesemuanya itu memberikan syafaat dan cukup, tidak dicantumkan ayat Rahmat, kecuali disertakan pula ayat azab; tidak dicantumkan  ayat azab, kecuali disertakan pula ayat Rahmat, seperti ucapan kau, Hulumma, Aqbil, Ta’la, Asri’, dan Ajjil”. (H.R. Ahmad dan Thabrani dengan sanad baik). Dan masih banyak lagi Hadits yang menunjukkan dan mendukung pendapat ini. Berkata Ibn Abdil Barr, “Maksud Hadits ini hanyalah sebagai contoh bagi huruf-huruf yang dengannya Al-Qur’an diturunkan. Ketujuh huruf itu mempunyai makna yang sama pengertiannya, tetapi berbeda bunyi ucapannya. Dan tidak satu pun di antaranya yang mempunyai makna yang saling berlawanan atau satu segi yang berbeda makna dengan segi lainnya secara Kontradiktif dan berlawanan, seperti Rahmat yang merupakan lawan dari azab”. Pendapat pertama ini didukung pula oleh banyak Hadits, antara lain dari Busr bin Sa’id, “Abu Juhaim al-Ansari mendapat berita bahwa dua orang lelaki berselisih tentang sesuatu ayat Al-Qur’an. Yang satu menyatakan, ayat itu diterima dari Rasulullah, dan yang lain pun mengatakan demikian. Lalu keduanya menanyakan hal tersebut kepaa Rasulullah. Maka kata Rasulullah, ’Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan Tujuh Huruf, maka janganlah kamu saling berdebat tentang Al-Qur’an karena perdebatan mengenainya merupakan suatu kekafiran’. Sesungguhnya Allah SWT telah menyuruh aku agar membaca Al-Qur’an atas Tujuh Huruf”. Dari A’masy berkata bahwa, “Anas membaca ayat ini       
Maka orang-orang pun mengatakan kepadanya, ‘Wahai Abu Hamzah, kalimat itu adalah                  . Ia menjawab,                         ,            dan           itu sama saja’”.
            `Pendapat kedua yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dengan mana Al-Qur’an diturunkan, dengan pengertian bahwa kalimat-kalimatnya secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh bahasa tadi, karena itumaka himpunan Al-Qur’an telah mencakupnya dan dapat dijawab bahwa bahasa Arab itu lebih banyak dari tujuh macam, disamping itu Umar bin Khattab dan Hisyam bin Hakim keduanya adalah orang Quraisy yang mempunyai bahasa yang sama dan kabilah yang sama pula, tetapi qira’at kedua orang itu berbeda, dan mustahil Umar mngingkari bahasa Hisyam (namun ternyata Umar mengingkarinya). Semua itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan Tujuh Huruf bukanlah apa yang mereka kemukakan, tetapi hanyalah perbedaan Lafazh-Lafazh mengenai makna yang sama. Dan itulah pendapat yang kita kukuhkan. Setelah mengemukakan dalil-dalil untuk membatalkan pendapat kedua ini, Ibn Jarir at-Tabari mengatakan, “Tujuh Huruf yang dengannya Al-Qur’an diturunkan adalah tujuh dialek bahasa dalam satu huruf dan satu kata karena perbedaan Lafazh tetapi sama maknanya. Misalnya,                                                                                dan lain sebagainya yang Lafazh-Lafazhnya berbeda karena perbedaan ucapan tetapi maknanya sama, meskipun lisan berlainan dalam menjelaskannya. Tabari menjawab pertanyaan yang mungkin akan muncul, “Di manakah kita jumpai di dalam kitab Allah SWT satu huruf yang dibaca  dengan tujuh bahasa yang berbeda-beda Lafazh-Lafazhnya, tetapi sama maknanya?”. Dengan mengatakan, “Kami tidak mendakwakan hal itu masih ada sekarang ini”. Ia juga menjawab pertanyaan yang diandaikan lainnya, “Mengapa pula huruf-huruf yang enam itu tidak ada?”. Ia menerangkan, “Umat Islam disuru untuk menghafal Al-Qur’an, dan diberi kebebasan untuk memilih dalam bacaan dan hafalannya salah satu dari ketujuh huruf itu sesuai dengan keinginannya sebagaimana dipeintahkan. Namun pada masa Usman keadaan menuntut agar bacaan itu ditetapkan dengan satu huruf saja karena dikhawatirkan akan timbul fitnah (bencana). Kemudian hal ini diterima secara bulat Umat Islam, suatu Umat yang dijamin bebas dari kesesatan.
            Para pendukung Pendapat ketiga yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah tujuh macam hal (makna), yaitu; amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan masal. Di jawab bahwa zahir Hadits-Hadits tersebut menunjukkan Tujuh Huruf itu adalah suatu kata yang dapat dibaca dua atau tiga hingga tujuh macam sebagai keleluasaan bagi umat, padahal sesuatu yang satu tidak mungkin dinyatakan halal dan haram di dalam satu ayat, dan keleluasaan pun tidak dapat direfleksikan dengan pengharaman yang halal, penghalalan yang haram atau pengubahan sesuatu makna dari makna-makna tersebut. Dalam Hadits-Hadits terdahulu ditegaskan bahwa sahabat yang berbeda bacaan itu meminta keputusan kepada Nabi, lalu setiap orang diminta menyampaikan bacaannya masing-masing, kemudian Nabi membenarkan semua bacaan mereka meskipun bacaan-bacaan itu  berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga keputusan Nabi ini menimbulkan keraguan disebagian mereka. Maka bagi mereka yang masih ragu dengan keputusan itu Rasulullah berkata, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanku untuk membaca Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf”. Kita maklum, jika perselisihan dan sikap saling meragukan itu menyangkut tentang penghalalan, pengharaman, janji, ancaman dan lain sebagainya yang ditujuk oleh bacaan mereka, maka mustahil Rasulullah akan membenarkan semuanya dan memerintahkan orang untuk tetap pada bacaannya masing-masing, sesuai denga qira’at yang mereka bacakan itu. Sebab, jika hal demikian dapat dibenarkan, berarti Allah Yang Maha Terpujui telah memerintahkan dan memfardukan untuk melekukan sesuatu perbuatan tertentu dalam bacaan orang yang bacaannya menunjukkan kefarduaannya, melarang dan mencegah untuk melakukan sesuatu itu, dalam bacaan orang yang bacaannya menunjukkan larangan dan pencegahan , serta membolehkan secara mutlak untuk melakukannya, dalam arti memberikan keleluasaan bagi siapa saja diantara hamba-hamba-Nya untuk melakukan atau meninggalkannya di dalam bacaan orang yang bacaannya menunjukkan pilihan. Pendapat demikian, jika memang ada, berarti menetapkan apa yang ditiadakan Allah Yang Maha Terpuji dari Al-Qur’an dan hukum kitab-Nya. Allah SWT berfirman:

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya”. (An-Nisa:82).
Peniadaan hal tersebut (kontradiksi dalam Al-Qur’an) oleh Allah Yang Maha Terpuji dari semua Kitab-Nya yang muhkam merupakan suatu bukti paling jelas bahwa Allah tidak menurunkan Kitab-Nya melalui lisan Muhammad kecuali dengan satu hukum yang sama bagi semua makhluk-Nya, bukan dengan hukum-hukum yang berbeda bagi mereka.
            Para pendukung pendapat keempat memandang bahwa mushaf-mushaf Usmani mencakup ketujuh huruf tersebut seluruhnya, dengan pengertian bahwa mushaf-mushaf itu mengandung huruf-huruf yang dimungkinkan dalam bentuk tulisan. Seperti perbedaan dalam harokat sperti dalam ayat                              ayat ini dapat dibaca dengan bentuk jamak ataupun mufrad  dalam rusum Utsmani ditulis                          dengan huruf bersambung tetapi dengan mempergunakan alif kecil (harokat berdiri). Dan seperti perbedaan dalam penambahan dan pengurangan huruf  seperti mitsal dalam ayat                                                           yang dibaca pula                                                        dengan menambahkan lafadz min          .Dan ayat                                          yang  juga di baca dengan                                            dengan pengurangan kata                               .      Dan perbedaan dalam taqdzim dan ta’khir seperti dalam ayat                                                       yang dibaca juga dengan                                                            . Sedang perbedaan dengan ibdal (pengganti) seperti dalam ayat                                        yamg di baca dengan                                                                           .
            Andaikata perbedaan tersebut masih ada dalam mushaf Utsmani yang sekarang tentunya masih banyak juga yang berselisih tentang masalah bacaan  yang dulu di perselisihkan pada masa kholifah Utsmani.
`           Pendapat kelima yang menyatakan dengan menghubugkan dengan hadits hadits bahwa tujuh huruf ini menyatakan bilangan dan tidak bisa dinyatakan dengan harfiyah.
            Pendapat keenam menyatakan bahwa tujuh huruf  ini ialah bacaan qiroath yang tujuh(qiroqti sab’ah) namun pendapat inipun dapat dijawab bahwa Al-Qura’n ini bukan bacaan melainkan wahyu yang diturunkan sebagai risalah dan mu’jizat. Sedangkan qiro’at adalah perbedaan dalam cara pengucapan lapadz-lapadz   wahyu tersebut. Berkata Abu Symah “ Suatu umat mengira bahwa qiro’at sab’ah sekarang adalah yang dimaksud dengan  tujuh huruf. Namun ini berbeda dengan pendapat dan kesepakatan para ahli ilmu.
            Dalam masalah ini telah jelaslah pendapat yang bisa di ambil adalah pendapat yang pertama, pendapat ini pun di dukung oleh hadits: 
            “Dari Ubai Ka’b, ia berkata: Rusulullah berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan aku unutuk membaca Qur’an dengan satu huruf.’ Lalu aku berkat: ‘Wahai T uhanku, berikanlah keringanan kepada umatku.’ Kemudian ia memerintahkan kepadaku dengan firmanya: Bacalah dengan dua huruf. Maka ia pun memerintahkan kepadu agar membacanya dengan  tujuh  huruf dari tujuh pintu surga, semuanya obat penawar dan memadai”.

            At-Thobari berkata: ” Yang di maksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa, sepeti yng telah kita katakan, dan tujuh pintu surga adalah ma’na-ma’na yang terkandunng didalamnya yaitu: A’mr, Nahyu, Kisah dan masal yang jika seseorang mengamalkanya sampai dengan batasan batasaya yang telah ditentukan, maka ia berhak masuk surga.
D. HIKMAH TURUNNYA ALQUR’AN DENGAN TUJUH HURUF
            Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang  u’mmi, tidak bisa baca tulis, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek massing-masing namun belum terbiasa dan hafal syari’at, apalagi mentradisikannya. Hikmah ini ditegaskan oleh beberapa hadits antara lain dalam ungkapan berikut:
Ubai berkata
“ Rosulullah bertemu dengan jibril di Ahjarul mira, sebuah tempat di kuba, lalu berkata: ‘aku ini di utus kepada umat yang u’mmi. Diantara mereka ada anak-anak, pembantu, kakek –kakek tua, dan nenek-nenek jompo’. Maka kata jibril ‘hendaklah mereka membaca Al-Qur’an dengan tujuh huruf.”

“ Allah memerintahkan aku untuk membacakan Al-Qur’an bagi umatmu dengan satu huruf. Lalu aku mengatakan wahai tuhanku, berilah keringanan pada umatku”.

“ Allah memerintahkan engkau untuk membacakan Al-Qur’an kepada  umatmu dengan satu huruf. nabi menjawab ‘Aku memohon kepada Allah ampunan dan magfiroh-Nya. Umatku tidak akan sanggup melakukan perintah itu”.
2.      Bukti kemu’jizatan Al-Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab. Al-Qur’an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam dialek bahasa yang telsh menjadi naluri bahasa orang-orang Arab, sehingga setiap orang Arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan Al-Qur’an sebagai mu’jizat yang ditantangkan Rosulullah kepada mereka. Dan mereka tidak mampu menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun demikian, kemu’jizatan itu bukan terhadap bahasa melainkan terhadap naluri kebahasaan mereka itu sendiri.
3.      Kemu’jizatan Al-Qur’an dalam aspek ma’na dan hukum-hukumnya. Sebab perubahan perubahan bentuk lafadz pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang untuk dapat disimpulkan daripadanya berbagai hukum. Hal ini yang menyebabkan Al-Qur’an relevan bagi setiap masa. Oleh karena itu, para Fuqoha dalam istinbath dan ijtihad berhujjah dengan qiro’at bagi ketujuh huruf ini.
             
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

A.   Dasar-dasar Pengambilan Al-Qur’an Diturunkan dengan Tujuh Huruf.
            Dasar pengambilan (Istinbath) turunnya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf disebutkan oleh beberapa Hadits, di antaranya berikut ini.
1.      Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a. sesungguhnya ia telah berkata,bahwasanya Rasulullah SAW.telah bersabda,
“Rasulullah berkata: ‘Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan Tujuh Huruf’”. (H.R. Bukhari-Muslim dan yang lainnya).
2.      Diriwayatkan dari Ali Ibn Ka’ab, sesungguhnya ketika berada di pinggir sungai  suku Bani Gaffar Nabi bersabda, “Maka datanglah Jibril kepadaku dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai satu huruf”. Nabi menjawab, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk menerimanya”.  Kemudian Jibril datang untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai dua huruf”. Nabi menjawab lagi, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk melaksanakannya”. Jibril datang lagi untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai tiga huruf”. Nabi menjawab lagi, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk melaksanakannya”. Jibril datang untuk keempat kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai Tujuh Huruf”. (H.R Muslim).  Hadits-Hadits yang berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan sebagian besar telah diselidiki oleh Ibn Jarir, pembukuan (Mukadimah) kitab tafsir Ibn Jarir. As-Suyuti menyebutkan bahwa Hadits-Hadits tersebut diriwayatkan dari dua puluh  orang sahabat. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam menetapkan kemutawatiran Hadits mengenai turunya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf.

B.   Perbedaan Pendapat Para Ulama
Pendapat pertama, yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah Lughat-Lughat suku Arab yang berjumlah tujuh. Dalam arti, tujuh bahasa yang berbeda-beda dalam pengucapan satu makna  Al-Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah Lafazh sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Qur’an hanya mendatangkan satu Lafazh atau lebih saja. Kalangan Ulama ini pun berbeda pendapat dalam menentukan Lafazh-Lafazh tujuh itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa tujuh Lughat adalah Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hiwazan, dan Sa’ad bin Bakar. Di samping pendapat lagi, masih banyak lagi pendapat Ulama mengenai tujuh bahasa itu.
            Pendapat kedua, yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah tujuh bahasa Arab yang digunakan dalam keseluruhan Al-Qur’an. Dalam arti, Al-Qur’an tidak lepas dari bahasa itu. Yaitu bahasa yang Fasih dikalangan bangsa Arab. Kebanyakan Al-Qur’an menggunakan bahasa Quraisy, sedangkan sebagiannya menggunakan bahasa Hudzail, Tsafiq, Haujan, Kananah, dan Yaman, karena itu maka secara keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut.
            Pendapat keetiga, yang dimaksud Tujuh Huruf itu adalah tujuh wajah, yaitu: perintah (arm), larangan (nahy), ancaman (wa’di), argumentasi (jadl), kisah-kisah (qishah), dan perumpamaan-perumpamaan (matsal), atau perintah larangan halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan perumpamaan-perumpamaan.
                        Pendapat keempat, Tujuh Huruf itu adalah tujuh bacaan. Abu Fadh Ar-Razi dalam kitabnya Al-Lawaih menerangkan bahwa ketujuh bacaan itu adalah:
1.         Perbedaan Isim dalam segi format Mufrad (singular tunggal), Mutsanna (tsaniyah), dan Jama’ (banyak).
2.         Perbedaan dalam tasrif’ulaf’al (perubahan kata kerja) dari bentuk Mudhari (future tense; present) bentuk Madhi (past tense) dan bentuk Amr (imperative).
3.         Perbedaan dari segi Harkat.
4.         Perubahan dari segi perubahan Harkat.
5.         Perbedaan dari segi (naqsh) dan tambahan (Ziyadah).
6.         Perbedaan dari segi mendahulukan dan mengakhirkan.
7.         Perbedaan dari segi Lughat (Lahjah), seperti fathah, imalah, tipis (Takhfif), tebal (Tarkhim), jelas (Jaly), dan dengung (Idgham).
            Pendapat kelima, Tujuh Huruf itu tidak mengandung apa-apa, melainkan merupakan lambang orang Arab yang menunjukkan sempurnanya sesuatu. Tujuh Huruf itu mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an dengan memakai bahasa Arab dan susunan Arab telah mencapai derajat  yang sempurna. Sebab, Lafazh sab’ah (tujuh) dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan, bilangan puluhan, dan ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
            Pendapat keenam, bahwa yang dimaksud Tujuh Huruf itu adalah Qira’ah Sab’ah.
C.   ANALISIS PENDAPAT PENGERTIAN QIRO’ATI SAB’AH                
            Dalam masalah ini telah jelaslah pendapat yang bisa di ambil adalah pendapat yang pertama, pendapat ini pun di dukung oleh hadits:






            “Dari Ubai Ka’b, ia berkata: Rusulullah berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan aku unutuk membaca Qur’an dengan satu huruf.’ Lalu aku berkat: ‘Wahai T uhanku, berikanlah keringanan kepada umatku.’ Kemudian ia memerintahkan kepadaku dengan firmanya: Bacalah dengan dua huruf. Maka ia pun memerintahkan kepadu agar membacanya dengan  tujuh  huruf dari tujuh pintu surga, semuanya obat penawar dan memadai”.
D. HIKMAH TURUNNYA ALQUR’AN DENGAN TUJUH HURUF
            Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang  u’mmi, tidak bisa baca tulis, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek massing-masing namun belum terbiasa dan hafal syari’at, apalagi mentradisikannya.
2.      Bukti kemu’jizatan Al-Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab.
3.       Kemu’jizatan Al-Qur’an dalam aspek ma’na dan hukum-hukumnya.


DAFTAR PUSTAKA

·         Khalil Manna Al-Qatan, Study Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa Halim Jaya Bogor 2009,
·         Anwar Rosihon , Pengantar Ulumul Qur’an, CV Pustaka Setia Bandung, 2009
·         Tafsir Al-Qur’an, CV Penerbit DiPonegoro

Sejarah Pendidikan Islam (SPI)


BIODATA PENULIS
Nama                     : Hendi Murtadoilah
TTL                       : Tasikmalaya, 19 Juli 1991
Asal Sekolah         : MA Al-Amin



BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
Islam adalah agama yang di ridlai oleh Allah yang mana agama islam adalah agama yang tinggi dan tak ada yang melebihi tingginya agama Islam. Disamping itu agama Islam memiliki sejarah yang kerap kali menjadi bahan perbincangan bahkan menjadi panutan. Seperti halnya sejarah Islam yang banyak di teliti oleh para ahli bukan hanya dari kaum Muslim saja tetapi banyak juga dari non Muslim yang melakukan penelitian.
Untuk memahami agama Islam secara utuhpun sangat perlu memahami aspek Sejarah Islam guna menghindari kepada faham dan sikap yang sempit, dan juga untuk menentukan peradaban yang lebih baik di masa yang akan datang.
Dari sejarah ini ada yang di sebut sejarah  Peradaban Islam yang mana  Sejarah peradaban islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif sejarahnya, Tidak sedikit para peneliti non Muslim yang meneliti sejarah peradaban Islam kini menjadi Muslim karena kekagumannya kepada sejarah Peradaban Islam. Oleh karena alangkah pentingnya mempelajari Sejarah Peradaban Islam selain menambah wawasan kita juga dapat mengetahui asal usul Islam secara mendalam.
Untuk menambah sedikit pengetahuan tentang sejarah Peradaban Islam kami disini mencoba menguraikan beberapa hal yang tentunya berkaitan dengan sejarah Peradaban Islam.


B.     Rumusan Masalah

a.       Apa Pengertian dari Sejarah Peradaban Islam ?
b.      Mengapa Sejarah Peradaban Islam Sebagai Ilmu Pengetahuan ?
c.       Bagaimana Dasar-Dasar Peradaban Islam ?
d.      Bagaimana Periodesasi Perkembangan Peradaban Islam ?

C.    Tujuan Masalah

a.       Untuk Mengetahui Arti Dari Sejarah Peradan Islam .
b.      Untuk mengetahui kenapa sejarah peradaban Islam sebagai Ilmu pengetahuan .
c.       Untuk mengetahui dasar-dasar Peradaban Islam .
d.      Untuk mengetahui periodisasi perkembangan peradaban Islam .
  

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Sejarah Peradaban Islam
            Sebelum mengarah pada pengertian Sejarah Peradaban Islam, pengertian Sejarah yang dalam bahasa arab disebut Tarikh atau history dalam bahasa Inggris, adalah cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai pristiwa. Dan pengertian yang serupapun dilontarkan oleh Abd. Ar-Rahman As-Sakhawi bahwa sejarah adalah seni yang yang berkaitan dengan serangkaian anekdot yang berbentuk pristiwa. Dan menurut Nisar Ahmad Faruqi menjelaskan bahwa sejarah terdiri atas man+time+place = history.[1]
Setelah mengetahui pengertian sejarah secara umum kita menyempit pada  pengetian Sejarah peradaban islam, Sejarah Peradaban Islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif sejarahnya. Namun ada pengertian pengertian lain mengenai Sejarah Peradaban Islam yaitu kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang di hasilkan dalam satu periode kekuasaan islam mulai dari periode nabi Muhammad Saw sampai perkembangan kekuasaan islam sekarang, masih adalagi pengertian mengenai Sejarah Peradaban Islam yaitu hasil hasil yang dicapai oleh ummat islam dalam lapangan kesustraan, ilmu pengetahuan dan kesenian. Dari  pengertian-pengertian diatas kita dapat simpulkan bahwa Sejarah Peradaban Islam adalah hasil-hasil atau kejadian pristiwa yang terjadi di masa silam yang hasilnya kini dapat kit ani’mati yang patut kita syukuri.

B. Sejarah Peradaban Islam Sebagai Ilmu Pengetahuan
`           Sejarah Peradaban Islam erat kaitanya dengan Sejarah Kebudayaan Islam namun terdapat perbedaan antara keduanya, perbedaan antara keduanya yaitu Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sednagkan manifestasi-manifestasinya adalah bentuk mekanik teknologis lebih berkaitan dengan Peradaban. Kalau Kebudayaan lebih di refleksikan dalam seni, sastra, dan moral maka Peradaban di refleksikan pada politik, ekonomi, dan teknologi.
            Kenapa Sejarah Peradaban Islam menjadi sebuah Ilmu pengetahuan? Pertanyaan ini dapat kita jawab dengan meruju’ pada lontaran pendapat dari H.A.R Gibb didalam bukunya  Whiter Islam menyatakan , “ Islam is indeed much more than a system of tecnologi, its is a complete civilization” (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna).Karena yang menjadi sebab timbulnya sebuah kebudayaan adalah Agama Islam, Kebudayaan yang ditimbulkannya adalah Kebudayaan atau Peradaban Islam.
            Setelah mengamati lontaran pendapat tersebut kita kaitkan pada Sejarah Peradaban Islam sebagai Ilmu Pengetahuan, Agama Islam adalah pokok kekuatan timbulnya kebudayaan dan kebudayaan yang di maksud tersebut adalah Peradaban Islam dan Kebudayaan Islam, dan yang terdapat dalam keduanya diantaranya sastra, seni, moral, ekonomi, politik, dan teknologi, namun masih banyak lagi. Semua hal yan terdapat pada keduanya adalah ilmu Pengetahuan yang banyak di pelajari oleh umat manusia sekarang ini, dari situlah kenapa Sejarah Peradaban Islam Sebagai Ilmu Pengatahuan.
            Semua ilmu itu baik Sejarah Peradaban Islam maupun Sejarah Kebudayaan Islam dapat di pelajari dalam Al-Qur’an karena semua Ilmu terdapat di dalamnya, sudah banyak terbukti di kalangan akademisi, baik itu terkait dengan penemuan di masa lalu maupun yang berhubungan dengan konsep pengetahuan modern. Hal tersebut menjadi sebuah bukti tentang konsep Islam sebagai ajaran yang bersumber dari Tuhan secara langsung dan bukan melalui proses rekayasa.
Al Qur’an adalah sumber dan penggerak terhadap perkembangan sejarah Islam sebagai ilmu pengetahuan. Ayat-ayat Al Qur’an berisi misteri yang banyak diakui kebenarannya oleh para ilmuwan, baik yang berasal dari ilmuwan Islam maupun ilmuwan di luar Islam.Selain itu, dalam Al Qur’an pula Allah banyak menyitir ayat yang berisi anjuran serta perintah pada umat Islam untuk selalu belajar dan mencari ilmu pengetahuan. Hal itu karena ilmu pengetahuan adalah sumber kejayaan dan kemuliaan sebuah umat. Tanpa memiliki ilmu pengetahuan, maka sebuah umat akan hidup dalam sebuah masa yang dipenuhi kegelapan tanpa ada perkembangan dalam kehidupannya.Bahkan banyak sejarawan barat yang mengakui tentang sejarah peradaban Islam sebagai ilmu pengetahuan. Bukan hanya di bidang agama saja, namun Islam juga mampu memberikan warna di beberapa cabang ilmu lain seperti kdokteran, kimia, fisika, matematika, filsafat,bologi, astronomi dan disiplin ilmu lainnya.Pengakuan ini salah satunya dikemukakan oleh Dr. Zagred melalui bukunya “Matahari Arab Terbit di Barat, Pengaruh Peradaban Arab Atas Eropa”. Dalam buku tersebut, Zagreb tegas menyebutkan, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan modern yang ada saat ini semua bermuara dari Islam dan Al Qur’an.
Dari hal tersebut kamipun mencari pembenarannya dan ternyata ada Beberapa bukti yang menunjukkan peran Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia di antaranya adalah :
1.      Masaru Emoto dari Universitas Yokohama, menemukan bukti bahwa air memiliki kehidupan dan bisa merespon atas rangsangan yang diberikan padanya. Hal ini merupakan bukti dari ayat Al Qur’an, Al Anbiya:30. “Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup.”
2.      Doktor di Amerika ( Dr. Fidelma), memeluk Islam karena mendapatkan penemuan mengagumkan pada penelitiannya. Fidelmina meneliti dampak orang yang melakukan shalat dan ditemukan fungsi gerakan shalat yang sangat dahsyat. Khususnya, ketika seseorang melakukan sujud, maka pada saat itulah ada bagian dalam otak manusia yang tidak terjangkau oleh aliran darah bisa mendapatkan asupan darah. Sebagai dokter neurologi, Fidelmina mengakui bahwa dengan adanya peredaran darah di bagian tersebut, bisa mencegah kemungkinan terjadinya stroke serta mampu meningkatkan kecerdasan orang yang kerap melakukan sujud.
3.       Ignaro dan Murat menemukan bukti bahwa dengan melakukan shalat subuh, seseorang akan mendapatkan keuntungan. Yakni memberikan pengaruh baik pada pencegahan gangguan kardiovaskular. Selain itu, pada saat subuh, tubuh memproduksi zat NitriOksida yang berfungsi untuk mencegah pembekuan darah. Ternyata itu hanya bisa didapatkan ketika manusia melakukan aktivitas pada saat subuh. Umat Islam sudah diperintahkan untuk selalu bangun pada waktu tersebut dan mengerjakan shalat subuh sebagai aktivitas pertama dan dianjurkan untuk mengerjakan berjamaah dengan harapan meningkatkan beban aktivitas agar zat NO tersebut makin banyak diproduksi tubuh.

C. Dasar-Dasar Peradaban Islam
Analisis Historis Dan Konstektual Dalam Kajian Literatur Islam Klasik Adalah kesepakatan keimanan seluruh kaum muslimin bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah agama yang dihadirkan untuk menjadi petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Pandangan ini didasarkan pada teks al Qur-an : Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembir Dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tidakmengetahui”. Dalam teks lain dikemukakan bahwa visi atau tujuan akhir yang dibawa oleh agama ini adalah kerahmatan (kasih sayang). Dan ini bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi alam semesta. Ia adalah agama yang merahmati alam semesta.(Q.S. al Anbiya,21: 107). Berdasarkan teks al Qur-an tersebut, maka seluruh manusia merupakan ciptaan Tuhan Dan semuanya meski memiliki latarbelakang kultural, etnis, warna kulit, kebangsaan, Dan jenis kelaim, menempati posisi yang sama di hadapan-Nya.
Hal ini dinyatakan secara eksplisit Dalam al Qur-an :;Wahai manusia, Kami ciptakan kamu sekalian terdiri dari laki-laki Dan perempuan Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa Dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah;.(Q.S. Al Hujurat, 13). Ini sungguh merupakan pernyataan paling tegas mengenal universalitas Islam Totalitas Islam pada sisi lain muncul Dalam konsep “Trilogi Islam”. Trilogi ini merupakan ajaran yang mewadahi dimensi-dimensi manusia. Pertama, dimensi keimanan. Dimensi ini berpusat pada keyakinan personal manusia terhadap;Kemahaesaan Tuhan;, pada;al Nubuwwat; (kenabian dan kitab-kitab suci) Dan;al Ghaibiyyat” (metafisika). Dimensi ini biasanya juga dikenal dengan istilah “aqidah”.
Kedua adalah dimensi aktualisasi keyakinan tersebut yang bersifat eksoterik (hal-hal yang dapat dilihat, yang lahiriyah). Dimensi ini berisi aturan-aturan bertingkahlaku baik tingkah laku personal dengan Tuhannya, tingkah laku interpersonal yakni antar suami-isteri Dan bertingkahlaku antar personal. Dimensi ini biasanya disebut “syari’ah”. Ketiga aturan ini kemudian dirumuskan oleh para ulama Islam sebagai : aturan ibadah, aturan hukum keluarga (al ahwal al syakhshiyyah), Dan aturan mu’amalat atau pergaulan antar manusia Dalam ruang publik dengan segala persoalannya.
Dimensi ketiga adalah aturan-aturan yang mengarahkan gerak hati (dimensi esoterik) yang diharapkan akan teraktualisasi Dalam sikap- sikap moral luhur atau al Akhlaq al Karimah. Ini biasanya disebut juga dimensi “tasawuf/akhlaq”.Seluruh dimensi ajaran Islam tersebut diambil dari sumber-sumber otoritatif Islam yakni al Qur-an Dan Hadits Nabi. Kedua sumber utama Islam ini mengandung prinsip-prinsip, dasar-dasar normatif, hikmah-hikmah Dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan bagi hidup Dan kehidupan manusia. Al Qur-an menyatakan : “Kami tidak melupakan sesuatupun di Dalam al Kitab”. Q.S.Al An’am,6:38). Dari sini para ulama kemudian mengeksplorasi Dan mengembangkan kandungannya untuk menjawab kebutuhan manusia Dalam ruang Dan waktu yang berbeda-beda Dan berubah-ubah.
Ekplorasi Dan pengembangan tersebut dilakukan melalui alat Analisis yang bernama Ijtihad, Istinbat dan lainya yang terdapat dalam ilmu Ushul fiqih. Alat-alat Analisis inilah yang kemudian melahirkan khazanah intelektual Islam yang maha kaya Dalam beragam disiplin ilmu pengetahuan Dan teknologi. Inilah yang kemudian menciptakan peradaban Islam yang gemilang. Aktifitas intelektual kaum muslim paling produktif Dalam sejarah Islam lahir pada tiga abad pertama Islam.Menelusuri aktifitas intelektual kaum muslimin pada tiga abad pertama Islam kita menemukan bahwa para sarjana Klasik Islam Klasik ternyata tidak melakukan dikotomisasi antara ilmu pengetahuan Agama Dan pengetahuan umum (sekuler). Mereka meyakini bahwa beragam jenis ilmu pengetahuan adalah ilmu Allah yang mahakaya. Bahkan pergulatan intelektual mereka dilakukan dengan mengadopsi secara selektif produk-produk ilmu pengetahuan Helenistik Dan Persia terutama Dalam bidang filsafat Dan fisika.
Aspek Hukum Islam Pada tataranpengetahuan keagamaan, bidang paling hidup Dan produktif adalah bidang hukum. Ini memang wajar karena tingkahlaku manusia senantiasa bergerak dalam ruang dan waktu yang semakin meluas Dan cepat disamping ini paling mudah dipahami banyak orang. Maka sampai abad ke IV H, peradaban Islam telah menghasilan ratusan para ahli hukum Islam terkemuka (mujtahidin) selain empat Imam mujtahid; Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris al Syafi’i Dan Ahmad bin Hanbal. Mereka bekerja keras untuk mengeksploitasi Dan mengembangkan hukum Islam bagi keperluan masyarakat yang senantiasa berkembang. Masing-masing dengan metodanya Dan kecenderungannya sendiri-sendiri.
Produk-produk hukum mereka yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan “fiqih”, senantiasa memiliki relevansi dengan konteks sosio-kulturalnya masing-masing. Jika kita harus memetakan pola fiqih ke empat mazhab paling terkenal di atas, maka dapat kita kemukakan : Mazhab Hanafi adalah mazhab ahl al Ra’y (rasionalis), mazhab Maliki; mazhab “muhafizhin” (menjaga tradisi), Syafi’i mazhab al Tawassuth, Dan Hanbali ; mazhab “mutasyaddidin”. Pembagian pola atau katagorisasi ini tentu saja tidak bersifat absolut, melainkan sebagai kecenderungan utama atau umum.
Satu hal yang sangat menarik adalah bahwa mereka Dan para pengikutnya yang awal senantiasa saling menghargai pendapat lainnya. Satu pernyataan yang sering dikemukakan mereka adalah “Ra’yuna Shawab Yahtamil al Khatha’ wa Ra’yu Ghairina Khatha Yahtamil al Shawab” (pendapat kami benar tetapi boleh jadi keliru, Dan pendapat selain kami keliru tetapi mungkin saja benar).Sikap menghargai pandangan orang lain yang berbeda ditunjukkan oleh Imam Malik bin Anas melalui penolakannya terhadap Khalifah dinasti Abbasiyah, Abu Ja;far al Manshur yang menghendaki kitab;Al Muwattha; sebagai rujukan hukum bagi seluruh masyarakat muslim. Kepada Khalifah beliau mengatakan :;anda tahu bahwa di berbagai wilayah negeri ini telah berkembang berbagai tradisi hukum sesuai dengan kemaslahatan setempat.
  
D. Periodisasi Perdaban Islam
Banyak pendapat-pendpat tentang perumusan masalah Periodisasi Peradaban Islam ada yang berpendapat bahwa mulainya peradaban Islam sejak pertama kali peristiwa lahirnya Nabi Muhammad SAW. Dan ada juga yang berpendapat bahwa mulainya Sejarah Peradaban Islam itu sejak peristiwahijrahnya nabi Muhammad ke Madinah karena disanalah umat Muslim mulai berdaulat dan Nabi Muhammad disana tidak hanya sebagai rosul bahkan beliaupun menjadi pimpinan atau kepala Negara berdasarkan konstitusi yang di sebut Piagam Madinah.
Sejak awal, Rasulullah SAW tidak pernah mengajar sistem feodal atau monarki. Maka, pemilihan khalifah (pada masa khulafaur rasyidin) dilakukan dengan tiga model pemilihan: aklamasi; penunjukan; atau (ketiga) melalui tim formatur (dewan syura).Sementara di bidang ekonomi, Nabi SAW mewariskan prinsip: mengakui hak individu berikut penggunaannya; kepemilikan pribadi itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT; dan (prinsip ketiga) harta tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin atau yang lebih membutuhkan. Sedang sistem sosial Islam merangkul semua lapisan masyarakat; mempertalikan si kaya dengan si miskin, dan raja dengan rakyat. Tidak ada kasta-kasta dalam Islam.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian, konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi. Semasa Dinasti Umayyah (Amawiyah) berkuasa (661-770M), banyak institusi politik dibentuk, misalnya undang-undang pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara, jawatan pos dan giro serta penasihat khusus di bidang politik.
Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi, dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih pada masanya, sarana transportasi darat maupun laut, sistem pertanian maupun pengairan.
Wilayah kekuasaan Umayyah berkembang di sebelah Timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara, Aljazair, Tangiers dan Spanyol. Sebelah timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara, Aljazair, Tangiers dan Spanyol.
Astronomi, astronom pertama Muslim Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777M) membuat astrolobe atau alat ukur ketinggian bintang. Lalu ada Ali ibn Rabban Al-Tabari (850M) sebagai dokter pertama yang mengarang buku Firdaus Al Hikmah. Tokoh kedokteran lainnya adalah Ibnu Sina, Al Razi dan Al Farabi.
Sementara di bidang kimia, muncul Jabir ibn Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia Islam. Kimiawan Muslim lainnya ketika itu adalah Al Razi dan Al Tuqrai (abad ke-12M). Muncul pula sejarawan seperti Ahmad al-Yakubi dan Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Sedang ahli ilmu bumi termasyhur Ibnu Khurdazabah (820-913M). Khusus di bidang hadits, dilakukan penyempurnaan, pembukuan dan pencatatan dari hafalan para sahabat. Mulailah dilakukan pengklasifikasian secara sistematis dan krologis, sehingga muncul apa yang kita kenal sebagai hadits shahih, dhaif, maudhu.Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi sebuah hadits.
Apa yang disajikan Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam terbitan Rajawali Pers (PT Raja Grafindo Perkasa) ini membuktikan argumentasi reformasi Islam asal Mesir Muhammad Abduh bahwa sangat tidak benar (persangkaan Barat selama ini) mengaitkan Islam dengan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Justru Baratlah yang kemudian mencomot apa-apa yang terbaik dari peradaban Islam.
Pecahnya kekhalifahan Umayyah adalah penguasa pertama yang mengubah sistem pemerintahan Islam, dari yang bersifat demokrasi menjadi monarki absolut. Demikian pula Bani Abbasiyah meski berdasarkan nilai kebersatuan, moderat, universal, dan kesamaan hubungan dalam hokum merupakan daulat yang dibangun dengan sistem suksesi turun temurun. Ketika terjadi konflik internal keluarga dan pada saat mereka kehilangan kendali terhadap daulat-daulat kecil, maka pecahlah kekuasaan kekhalifahan.
Di wilayah Barat, Andalusia, Dinasti Umayyah bangkit lagi dengan mengangkat Abdurahman Nasr menjadi khalifah/Amir Al-Mukminin. Kekuasaan Umayyah dihancurkan Abbasiyah, karena ketidakadilan dalam kebijakan land reform serta konflik berkepanjangan dengan kaum Syiah. Sedang Daulat Abbasiyah dihancurkan pasukan Tartar dari Mongolia, ketika kejayaannya juga terus merosot dan lemah.
Selain pendapat-pendapat tersebut masih banyak lagi yang berpendapat mengenai periodisasi Peradaban Islam, namun kami akan menyantumkan pendapaat menurut Harun Nasution. Harun Nasution berpendapat bahwa Periodisasi Peradaban Islam di bagi menjadi tiga Periode yaitu:

1.    Islam Periode Klasik(650-1250 M)
Islam pada periode sebagaimana analisis dari Harun Nasution di mulai sejak pertama Islam di pimpin oleh Rosulullah lalu kemudian kepada para sahabat yaitu Khulafa Ar-Rosyidin, pada masa Khulafa Ar-Rosyidin ini memang menghasilkan kemajuan Islam yang baik karena mampu menyebarluaskan ajaran Islam sampai ke pelosok Negri namun pada masa Khalifah Utsman terdapat perpecahan umat Islam yang disebabkan oleh terbunuhnya Khalifah Utsman dan terpilihnya Syaidina Ali sebagai pengganti Utsman. Dari sini timbul perpecahan karena ada masing-masing pendukung yang panatik baik dari kubu Ali maupun dari kubu Utsman yang keduanya saling bertentangan.
Setelah peranan Khulafa Ar-Rosyidin dan Akhirnya pun Syaidina Ali terbunuh dan kekuasaan Islampun jatuh pada tangan Muawiyah pada masa inipun Islam masih tetap jaya dan memperluas daerah kekuasaanya. Pada masa kemajuan Islam inilah bisa juga disebut masa keemasan Islam. Kekuasaan-kekuasaan terus berlanjut dan kepemimpinanyapun saling bergantian meski banyak pertentangan didalam masa pergantian ini namun Islam masih tetap ada pada masa kemajuan.

2.    Periode Pertengahan (1250-1500 M)
Pada masa ini adalah masa-masanya kemunduran Islam yang mana daerah-daerah kekuasaan Islam di rebut kembali yang diawali oleh serangan Jengis Khan dan keturunanya. Dia mulai menaklukan daerah-daerah kekuasaan Islam dari mulai tahun 1212. Pada masa ini sempat Islam mengalami lagi kemajuan pada masa yang di jelaskan oleh Harun Nasution dengan sebutan Masa Tiga Kerajaan Besar. Tiga Kerajaan ini adalah Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia dan Kerajaan Moghal di India.  Namun tak lama kemudian Islam pun mengalami kemunduran lagi.

3.    Periode Modern
Periode ini merupakan zaman kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoeon di Mesir yang berakhir pada tahun 1801 M. Membuka mata dunia Islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam dismping kemajuan dan kekuatan barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berfikir dan mencari jalan untuk mengembalikan balace of power, yang telah pincang dan membahayakan Islam. Pada waktu itu, Islam sedang menaik dan barat sedang dalam kegelapan. Sekarang sebaliknya, Islam sedang pada kegelapan dan barat sedang menaik. Kini, Islam yang ingin belajar dari Barat. Dengna demikian, timbulah denga apa yang disebut pemikiran dan alira pembeharuan, atau modernisasi dalam Islam.
  
BAB III
Analisis Kritis
Penjelasan yang singkat di atas membuka wawasan kami akan mengertinya sejarah peradaban Islam memang benar alangkah luasnya sejarah peradaban Islam yang hingga saat ini pun masih di perbincangkan di kalangan elit. Sejarah Peradaban Islam yang meliputi berbagai aspek di antaranya adalah aspek kesenian,budaya,sastra,moral,teknilogi, politik, ekonomi, dll. Dari berbagai aspek yang membuat kami sayangkan adalah perebutan jabatan kekuasaan yang akhirnya menimbulkan perpecahan antara saudara seiman, apakah itu pantas ? ?
Apakah itu pantas menjadi peradaban ? ?
Apakah itu pantas menjadi Kebudayaan? ?
Memang benar sudah terdapat pada pendahulu kita dan mungkin bisa kita sebut turun temurunya perebutan kekuasaan dan apa memang benar sudah ada dari sananya perebutan kekuasaan yang pada ujungnya terjadi pertumpahan darah antar saudara seiman.
Apa bisa kita menghapusnya? ?
Mari kita renungkan.....

BAB IV
Penutup
A.    Kesimpulan
Menurut Abd. Ar-Rahman As-Sakhawi bahwa sejarah adalah seni yang yang berkaitan dengan serangkaian anekdot yang berbentuk pristiwa. Dan menurut Nisar Ahmad Faruqi menjelaskan bahwa sejarah terdiri atas man+time+place = history.
Sejarah Peradaban Islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif sejarahnya. Namun ada pengertian pengertian lain mengenai Sejarah Peradaban Islam yaitu kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang di hasilkan dalam satu periode kekuasaan islam mulai dari periode nabi Muhammad Saw sampai perkembangan kekuasaan islam sekarang, masih adalagi pengertian mengenai Sejarah Peradaban Islam yaitu hasil hasil yang dicapai oleh ummat islam dalam lapangan kesustraan, ilmu pengetahuan dan kesenian.
Al Qur’an adalah sumber dan penggerak terhadap perkembangan sejarah Islam sebagai ilmu pengetahuan. Ayat-ayat Al Qur’an berisi misteri yang banyak diakui kebenarannya oleh para ilmuwan, baik yang berasal dari ilmuwan Islam maupun ilmuwan di luar Islam.Selain itu, dalam Al Qur’an pula Allah banyak menyitir ayat yang berisi anjuran serta perintah pada umat Islam untuk selalu belajar dan mencari ilmu pengetahuan. Hal itu karena ilmu pengetahuan adalah sumber kejayaan dan kemuliaan sebuah umat. Tanpa memiliki ilmu pengetahuan, maka sebuah umat akan hidup dalam sebuah masa yang dipenuhi kegelapan tanpa ada perkembangan dalam kehidupannya.Bahkan banyak sejarawan barat yang mengakui tentang sejarah peradaban Islam sebagai ilmu pengetahuan.

B.     Rekomendasi
Mengingat akan terbatasnya pengetahuan yang kami punya begitu pula kurangnya rasa ingin tahu kami, kami di sini selaku pembuat makalah mengharafkan agar rekan rekan peserta diskusi memaklumi kekurangn kami adapun kelebihanya itu datang dari sang Kholiq dan kurangnya itu adalah kekurangan yang timbul dari kami.
Kami selalu berharaf agar pembuat atau pemateri yang akan datang akan menjadi lebih baik dan lebih sempurna dari kami.

Daftar Pustaka

Anwar Rosihon. Pengantar Study Islam Bandung:CV Pustaka Setia,2007
Supriyadi Dedi. Sejarah Peradaban Islam Bandung:CV Pustaka Setia, 2008.
Syafe’i Rahmat. Ilmu Ushul Fiqih Bandung:CV Pustaka Setia,2007






[1] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam, CV Pustaka Setia,2008 hlm 13